Pengertian sprint
Lari cepat atau sprint adalah semua perlombaan
lari dimana peserta berlari dengan kecepatan maksimal sepanjang jarak
yang harus ditempuh, sampai dengan jarak 400 meter masih dapat
digolongkan dalam lari cepat. Menurut Muhajir (2004) sprint atau lari
cepat yaitu, perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan
penuh yang menempuh jarak 100 m, 200 m, dan 400 m.
Nomor lomba atau
event lari sprint menjangkau jarak dari 50 meter, yang bagi atlet senior
hanya dilombakan indoor saja, sampai dengan dan termasuk jarak 400
meter. Kepentingan relatif dari tuntutan yang diletakkan pada seorang
sprinter adalah beragam sesuai dengan event-nya, namun kebutuhan dari
semua lari-sprint yang paling nyata adalah ‘kecepatan’. Kecepatan dalam
lari sprint adalah hasil dari kontraksi yang kuat dan cepat dari
otot-otot yang dirubah menjadi gerakan yang halus, lancar-efisien
dibutuhkan bagi berlari dengan kecepatan tinggi.
Kelangsungan gerak
lari cepat atau sprint dapat dibagi menjadi tiga, yaitu; (A) Start, (B)
gerakan lari cepat, (C) Gerakan finish.
b. Pengertian teknik
Teknik
merupakan blok-blok bengunan dasar dari tingginya prestasi. Teknik
adalah cara yang paling efesien dan sederhana dalam memecahkan kewajiban
fisik atau masalah yang dihadapi dan dibenarkan dalam lingkup peraturan
(lomba) olahraga (Thomson Peter J.L, 1993; 115). Menurut suharno (1983)
yang dikutip Djoko Pekik Irianto (2002; 80) teknik adalah suatu proses
gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkin untuk
menyelesaikan tugas yang perlu dalam cabang olahraga. Teknik merupakan
cara paling efesien dan sederhana untuk memecahkan kewajiban fisik atau
masalah yang dihadapi dalam pertandingan yang dibenarkan oleh peraturan.
c. Teknik lari sprint
Teknik
adalah sangat kritis terhadap prestasi selama suatu lomba lari sprint.
Melalui tahapan lomba tuntutan teknik sprint beragam seperti halnya
aktivitas otot-otot, pola waktu mereka dan aktivitas metabolik para
atlet dari tahap reaksi sampai tahap transisi tujuan utamanya adalah
untuk mengembangkan kecepatan dari suatu sikap diam di tempat.
Tujuan
utama lari sprint adalah untuk memaksimalkan kecepatan horizontal, yang
dihasilkan dari dorongan badan kedepan. Kecepatan lari ditentukan oleh
panjang-langkah dan frekuensi-langkah. untuk bisa berlari cepat seorang
atlet harus meningkatkan satu atau kedua-duanya. Tujuan teknik-sprint
selama perlombaan adalah untuk mengerahkan jumlah optimum daya kepada
tanah didalam waktu yang pendek. Teknik yang baik ditandai oleh
mengecilnya daya pengereman, lengan lengan efektif, gerakan kaki dan
badan dan suatu koordinasi tingkat tinggi dari gerakan tubuh keseluruhan
(IAAF, 1993;22).
Teknik lari sprint lari 100m dapat dirinci menjadi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap reaksi dan dorongan
2. Tahap lari akelerasi
3. Tahap transisi/perubahan
4. Tahap kecepatan maksimum
5. Tahap pemeliharaan kecepatan
6. Finish
Lomba
lari sprint yang lain mengikuti pola dasar yang sama, tetapi panjang
dan pentingnya tahapan relatif bervariasi. Dalam aspek biomekanika
kecepatan lari ditentukan oleh panjang langkah dan frekuensi langkah
(jumlah langkah dalam per satuan waktu). Untuk bisa berlari lebih cepat
seorang atlet harus meningkatkan satu atau kedua-duanya. Hubungan
optimal antara panjang langkah dan frekuensi langkah bervariasi bagi
tahap-tahap lomba yang berbeda-beda. Dalam lari sprint terdapat beberapa
tahapan yaitu:
1. Start
Menurut IAAF (2001;6) suatu start yang baik ditandai dengan sifat-sifat berikut:
a. Konentrasi penuh dan menghapus semua gangguan dari luar saat dalam posisi aba-aba “bersediaaaaa”
b. Meng-adopsi sikap yang sesuai pada posisi saat aba-aba “siaaap”
c. Suatu dorongan explosif oleh kedua kaki terhadap start-blok, dalam sudut start yang maksimal
Teknik
yang digunakan untuk start harus menjamin bahwa kemungkinan power yang
terbesar dapat dibangkitkan oleh atlet sedekat mungkin dengan
sudut-start optimum 450. setelah kemungkinan reaksi yang tercepat harus
disusul dengan suatu gerak (lari) percepatan yang kencang dari
titik-pusat gravitasi dan langkah-langkah pertama harus menjurus
kemungkinan maksimum.
Ada tiga variasi dalam start-jongkok yang
ditentukan oleh penempatan start-blok relatif terhadap garis start: a.
Start-pendek (bunch-start), b. Start-medium (medium-start), c.
Start-panjang (elongated-start). Start medium adalah umumnya yang
disarankan, ejak ini memberi peluang kepada para atlet untuk menerapkan
daya dalam waktu yang lebih lama daripada start-panjang (menghasilkan
kecepatan lebih tinggi), tetapi tidak menuntut banyak kekuatan seperti
pada start-pendek (bunch-start). Suatu pengkajian terhadap teknik
start-jongkok karenanya dapat dimulai dengan start medium. Ada tiga
bagian dalam gerakan start, yaitu:
a. Posisi “bersediaaa”
Pada
posisi ini sprinter mengambil sikap awal atau posisi “bersediaaa”, kaki
yang paling cepat/tangkas ditempatkan pada permukaan sisi miring blok
yang paling depan. Tangan diletakkan dibelakang garis start dan menopang
badan (lihat gambar ). Kaki belakang ditempatkan
pada permukaan blok belakang, mata memandang tanah kedepan, leher rileks, kepala segaris dengan tubuh (lihat gambar).
Menurut
IAAF (2001;8) posisi “siaaap” ini adalah kepentingan dasar bahwa
seorang atlet menerima suatu posstur dalam posisi start “siaaap” yang
menjamin suatu sudut optimum dari tiap kaki untuk mendorongnya, suatu
posisi yang sesuai dari pusat gravitasi ketika kaki diluruskan dan
pegangan awal otot-otot diperlukan bagi suatu kontraksi explosif dari
otot-otot kaki.
Tanda-tanda utama suatu posisi “siaaap” yang optimum daya adalah :
1. Berat badan dibagikan seimbang
2. Poros pinggul lebih tinggi daripada poros bahu
3. Titik pusat gravitasi kedepan
4. Sudut lutut 900 pada kaki depa,
5. Sudut lutut 1200 pada kaki belakang
6. kaki diluruskan menekan start blok
c. Posisi (aba-aba) “ya”
Daya
dorong tungkai dan kaki dalam start dapat dianalisa dengan menggunakan
papan-pengalas daya dibangu pada start blok. Bila kaki-kaki menekan pada
papan itu pada pada saat start, impuls dapat disalurkan ke dan
ditampilkan pada suatu dinamo-meter. Kekuatan impuls arah dan lamanya,
juga timing dari dorongan dari tiap kaki dapat dicatat.
Ciri kunci yang untuk diperhatikan adalah:
1.
kaki belakang bergerak lebih dahulu. Pola daya kekuatan menunjukkan
bahwa daya kekuatan yang puncaknya sangat tinggi dikenakan mengawali
gerak akselerasi dari titik-pusat gravitasi atlet dengan cepat menurun.
2.
Penerapan daya kekuatan dari kaki depan dimulai sedikit lambat yang
memungkinkan gerak akselerasi titik-pusat gravitasi untuk berlanjut
setelah dorongan kaki belakang menghilang, dan berlangsung dalam waktu
yang lebih lama. Kenyataannya, daya kekuatan daya kekuatan digunakan
oleh kaki-depan kira-kira dua kali lipat dari daya kaki-belakang.
Tahap
pemulihan (recovery). Otot-otot flexor lutut mengangkat tumit kedepan
pantat dengan pembengkokan (flexio) kedepan serentak dari otot-otot
paha. Tungkai bawah tetap ditekuk ketat terhadap paha mengurai momen
inertia. Lutut yang memimpin dipersiapkan untuk suatu ayunan ke depan
yang relax dari tungkai bawah dalam langkah mencakar berikutnya. Lutut
dorong yang aktif mennyangga pengungkit pendek dari kaki ayun. Kecepatan
sudut optimal pada paha berayun kedepan menolong menjamin frekuensi
langkah lari yang tinggi.
Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah
agar kaki dorong putus kontak dengan tanah. Kaki rilex, mengayun aktif
menuju pembuatan langkah diatas lutut kaki sangga dan
Sebagai tahap lanjutan dan persiapan angkatan lutut. Adapun ciri-ciri atu tangda-tanda tahap ini adalah:
1.
Ayunan rilex kaki belakang yang tidak disangga sampai tumit mendekati
panta. Bandul pendek ini sebagai hasil kecepatan sudut yang tinggi
memungkinkan membuat langkah yang cepat.
2. Angkatan tumit karena dorongan aktif lutut, dan harus menampilkan relaksasi total dari semua otot yang terlibat.
3. Perjalanan horizontal pinggul dipertahankan sebagai hasil dari gerakan yang dijelaskan
b. Tahap ayunan depan.
Tahap
angkat lutut. Tahap ini menyumbangkan panjang langkah dan dorongan
pinggang. Persiapan efektif dengan kontak tanah. Sudut lutut yang
diangkat kira-kira 150 dibawah horizontal. Gerakan kebelakang dari
tungkai bawah sampai sutau gerakan mencakar aktif dari kaki diatas dari
dasar persendian jari-jari kaki dalm posisi supinasi dari kaki.
Kecepatan kaki dicapai dengan bergerak kebawah/kebelakang sebagai suatu
indikator penanaman aktif dari hasil dalam suatu kenaikan yang cepat
dari komponen daya vertikal.
Tujuan dan fungsi tahap ini adalah agar
lutut diangkat, bertanggung jawab terhadap panjang langkah yang efektif ,
dalam kaitan dengan ayunan lengan yang intensif. Teruskan dan jamin
jalur perjalanan pinggang yang horizontal. Persiapan untuk mendarat
engan suatu gerakan mencakar dan sedikit mungkin hambatan dalam tahap
angga
Depan. Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda-tanda, yaitu:
1.
Angkatan paha/lutut horizontal hampir horizontal, melangkahkan kaki
sebaliknya sebagai prasyarat paling penting dari suatu langkah-panjang
cepat dan optimal.
2. Gerakan angkat lutut dibantu oleh penggunaan lengan berlawanan diametris yang intenssif.
3. Siku diangkat keatas dan kebelakang.
4.
Dlam lanjutan dengan ayunan kedepan yang rilex dari tungkai bawah
karena pelurusan paha secara aktif, dengan niat memulai gerak mencakar
dari kaki aktif.
c. Tahap sangga/topang depan
Tahap
amortisasi. Pemulihan dari tekanan pendaratan adalah ditahan. Ada alat
peng-aktifan awal otot-otot yang tersedia didalam yang diawali dalam
tahap sebelumnya. Ide-nya guna menghindari adanya efek
pengereman/hambatan yang terlalu besar dengan membuat lama waktu tahap
sangga/topang sependek mungkin.
Tahap ini mempunyai tujuan dan fungsi
sebagai tahap amortisasi tahap kerja utama. Mengontrol tekanan kaki
pendarat oleh otot-otot paha depan yang diaktifkan sebelumnya dan
otot-otot kaki bertujuan untuk membuat ssuatu gerak explossif
memperpanjang langkah sebelumnya. Tahapan ini memiliki sifa atau tanda
sebagai berikut:
1. Gerakan mencakar aktif dari sisi luar telapak kaki dengan jari-jari keatas.
2.
Jangkauan kedepan aktif harus tidak menambah panjang-langkah secara tak
wajar, namun mengizinkan pinggang (pusat gravitassi tubuh) berjalan
cepat diatas titik sanggah kaki.
3. Hindari suatu daya penghambat yang berlebih-lebihan.
4. Waktu kontakl dalam angga depan harus esingkat mungkin.
D. Tahap sangga/topang belakang :
Besarnya
impuls dan dorongan horizontal diberi tanda. Lama penyanggaan itu
adalah singkat saja. Sudut dorongan sedekat mungkin dengan horizontal.
Ada suatu perluasan elastik dari dari sendi kaki, lutut dan pinggul.
Menunjang gerakan ayunan linier lengan oleh suatu angkatan efektif dari
siku dalam ayunan kebelakang, dan ayunan kaki meng-intensifkan dorongan
dan menentukan betapa efektifnya titik pusat massa tubuh dikenai oleh
gerakan garis melintang dari perluasan dorongan. Togok badan menghadap
kedepan.
Keriteria untuk tahap-tahap penyanggaan ini adalah:
1. waktu singkat dari periode sangga/topang keseluruhan
2. suatu impuls akselerasi yang signifikan pada tahap topang belakang
3. suatu waktu optimum dari impuls percepatan pada tahap topang/sangga belakang
4. hampir tidak ada daya pengereman/hambatan pada tahap sanggahan.
Tujuan
dan fungsi dari tahap ini adalah sebagai tahap akselerasi ulang,
penyangga untuk waktu singkat, dan sebagai persiapan dan pengembangan
suatu dorongan horizontal
Yang cepat. Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda, yaitu:
1. Menempatkan kaki dengan aktif, disusl dengan pelurusan sendi-sendi: kaki, lutut, pinggul.
2. Menggunakan otot-otot plantar-flexor dan emua otot-otot pelurus kaki korset.
3. Badan lurus segaris dan condong kedepan kurang lebih 850 dengan lintasan.
4. Penggunaan yang aktif lengan yang ditekuk kurang lebih 900 ke arah berlawanan dari arah lomba.
5. Siku memimpin gerakan lengan
6. Otot-otot kepala, leher, bahu dan badan dalam keadaan rilex.
7. Tahap permulaan gerak kaki ayun lutut diangkat.
8. Penguasaan teknik sprint
Dalam
penguasaan teknik sprint terdapat faktor-faktor yang sangat mendukung
demi tecapainya penguasaan teknik yang baik. Menurut Thomson Peter J.L
(1993; 68) ada 5 (lima) kemampuan biomotor dasar yang merupakan
unsur-unsur kesegaran atau komponen-komponen fitnes yaitu kekuatan,
dayatahan, kecepatan, kelentukan, dan koordinasi.
a. Kekuatan.
Adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Kekuatan dapat dirinci menjadi tiga tipe atau bentuk, yaitu:
1.
kekuatan maksimum, yaitu daya atau tenaga terbesar yang dihasilkan oleh
otot yang berkontraksi. Kekuatan maksimum tidak memerlukan betapa cepat
suatu gerakan dilakukan atau berapa lama gerakan itu dapat diteruskan
2. Kekuatan elastis, yaitu kekuatan yang diperlukan sehingga sebuah otot
dapat bergerak cepat terhadap suatu tahanan. Kombinasi dari kecepatan
kontraksi dan kecepatan gerak kadang-kadang disebut sebagai “power =
daya”. Kekuatan ini sangat penting bagi even eksplosip dalam lari,
lompat, dan lempar.
3. Daya tahan kekuatan, yaitu kemampuan otot-otot
untuk terus-menerus menggunakan daya dalam menghadapi meningkatnya
kelelahan. Daya tahan kekuatan adalah kombinasi antara kekuatan dan
lamanya gerakan.a
. Dayatahan.
Dayatahan mengacu pada kemampuan melakukan kerja yang
ditentukan intensitasnya dalam waktu tertentu. Faktor utama yang
membatasi dan pada waktu yang sama mengakhiri prestasi adalah kelelahan.
Seorang atlet dikatakan memiliki dayatahan apabila tidak mudah lelah
atau dapat terus bergerak dalam keadaan kelelahan. Daya tahan, dari
semua kemampuan biomotor harus dikembangkan lebih dahulu. Tanpa
dayatahan adalah sulit untuk mengadakan pengulangan terhadap tipe atau
macam latihan yang lain yang cukup untuk mengembangkan komponen biomotor
lain. Ada dua tipe macam daya tahan, yaitu; dayatahan aerobik dan
dayatahan anaerobik. Dayatahan aerobik yaitu kerja otot dan gerakan otot
yang dilakukan menggunakan oksigen guna melepaskan energi dari
bahan-bahan otot. Dayatahan aerobik harus dikembangkan sebelum dayatahan
anaerobik. Sedangkan dayatahan anaerobik yaitu kerja otot dan gerakan
otot dengan menggunakan energi yang telah tersimpan didalam otot.
Dayatahan anaerobik terbagi menjadi dua yaitu anaerobik laktik dan
anaerobik alaktik.
c. kecepatan. Adalah kemampuan untuk barjalan atau
bergerak dengan sangat cepat. Kecepatan berlari sprint yang asli
berkenaan dengan kemamapuan alami untuk mencapai percepatan lari yang
sangat tinggi dan untuk menempuh jarak pendek dalam waktu yang sangat
pendek.
d. Kelentukan. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan
persendian melalui jangkauan gerak yang luas. Kelentukan terbatas atau
tertahan adalah suatu sebab umum terjadinya teknik yang kurang baik dan
prestasi rendah. Kelentukan jelek juga menghalangi kecepatan dan
dayatahan karena otot-otot harus bekerja lebih keras untuk mengatasi
tahanan menuju kelangkah yang panjang.
e. Koordinasi. Yaitu kemampuan
untuk melakukan gerakan dengan tingkat kesukaran dengan tepat dan
dengan efesien dan penuh ketepatan. Seorang atlet dengan koordinasi yang
baik tidak hanya mampu melakukan skill dengan baik, tetapi juga dengan
tepat dan dapat menyelesaikan suatu tugas latihan.
Selain
faktor-faktor fisik yang telah dijelaskan diatas, dalam penguasaan
teknik sprint terdapat pula faktor lain yang tidak kalah penting
pengaruhnya, yaitu faktor psikologis. Seperti dikatakan Thomson Peter
J.L. (1993; 134) psikologi ini adalah sama pentingnya bagi seorang
pelatih guna membantu individu-individu (atlet) mengembangkan bagaimana
mereka memikirkan kecakapan mental mereka, tetapi juga penting untuk
mengembangkan ketangkasan fisik mereka. Ini jelas adalah aspek
psikologis dalam melatih namun juga benar bahwa tak ada bagian dari
pelatihan/coaching yang tanpa aspek psikologis. Adapun faktor-faktor
psikologis tersebut diantaranya yaitu;
a. Ketangkasan mental.
Ketangkasan
mental ini sangat berguna/penting bagi para pelatih dan atlet.
Ketangkasan mental ini bukan hanya suatu sarana untuk menghindari
bencana ataupun pemulihan kembali dari cedera tetapi ketangkasan mental
juga memainkan peranan penting dalam mengatur/mengorganisir praktek dan
latihan secara efektif sehingga segala sesuatu berjalan dengan benar.
Kebanyakan atlet dan pelatih mengakui bahwa perkembangan fisik ssaja
tidak menjamin dapat sukses dalam atletik. Seorang atlet harus memiliki
kerangka pemikiran yang benar. Persiapan psikologis sama pentingnya
dengan latihan kondisioning fissik. Menyiapkan keduanya bersama-sama
akan menciptakan prestasi terbaik. Ketangkasan mental ini memerlukan
latihan praktek dengan cara yang sama seperti pada skill
fisik/jasmaniah. Dengan skill/ketangkasan fisik, beberapa individu akan
mengambil/memperoleh ketangkasan mental lebih gampang dibanding dengan
orang lain. Dengan praktek, setiap orang dapat meningkatkan ketangkasan
mental mereka.
b. Motivasi.
Motivasi merupakan suatu kecendrungan untuk berperilaku
secara selektif kesuatu arah tertentu, dan perilaku tersebut akan
bertahan sampai sasaran perilaku tersebut dapat dicapai. Pada dasarnya
motivassi adalah betapa besarnya keinginan seorang individu untuk
meraih/mencapai suatu sasaran. Setiap individu memiliki tujuan/sasaran
yang berbeda-beda dalam keterlibatannya dalam dunia atletik.
Tujuan/sasaran itu misalnya; mencari kegembiraan, memahirkan skill baru,
berlomba dan menang, menambah teman, serta masih banyak lagi
tujuan/sasaran lain yang selalu berbeda pada setiap individunya.
Dikatakan Thomson Peter J.L. (1993: 135) tekanan dari luar dari pelatih
dan orang tua adalah tidak mungkin meningkatkan motivasi pada atlet
dalam jangka jauh dan mungkin kenyataannya berkurang. Motivasi sendiri
dan pengisiannya adalah yang membuat suatu sukses yang sebenarnya bagi
atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan oleh orang lain. Pelatih
membantu atlet mengerti apa yang ingin atlet raih, tujuan, dan bagaimana
cara meraihnya.
c. Kontrol emosi.
Kontrol emosi adalah suatu
kemamapuan seorang atlet dalam mengendalikan perasaan dalam menghadapi
uatu ituasi tertentu. Menurut Thomson Peter J.L. (1993;136) kegelisaan
berarti berapa banyak seorang individu tergetar atau siap dalam
menghadapi suatu situasi tertentu. Rasa gelisa selalu timbul dalam
setiap situasi, meskipun bila tingkatannya rendah kita tidak dapat
memperhatikannya. Banyak rasa gelisa ini ddigunakan secara tidak benar
yang berarti hanya sifat-sifat individu yang menunjukkan tingkat yang
sangat tinggi akan kegelisaan. Gejala-gejala kegelisaan dapat terlihat
dalam dua bentuk yaitu: Khawatir dan getaran fisiologis. Rasa khawatir
mengacu kepada pikiran atau kesan tentang apa yang mungkin terjadi dalam
suatu event yang akan datang, sedangkan getaran fisiologis adalah
bagian dari persiapan (alami dalam) badan untuk suatu perlombaan. Contoh
dari getaran fisiologis termasuk meningkatnya denyut jantung, keluar
peluh/keringat dan rasa ingin buang hajat (besar/kecil) pergi kekamar
kecil.
Penguasaan teknik sprint adalah sangat penting untuk mencapai
prestasi maksimal. Menurut Djoko P. Irianto (2002), dalam perlombaan
teknik memiliki peran antara lain: (1) Sebagai cara efesien dalam
mencapai prestasi, (2) Dapat mencegah atu mengurangi terjadinya cedera,
(3) sebagai modal untuk melakukan taktik, (4) meningkatkan kepercayaan
diri. Sukadiyanto (2005) mengatakan, teknik yang benar dari awal selain
akan menghemat tenaga untuk gerak sehingga mampu bekerja lebih lama dan
berhasil baik juga juga merupakan landasan dasar menuju prestasi yang
lebih tinggi. Dengan teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat
proses stagnasi prestasi, sehingga pada waktu tertentu prestasi akan
stagnasi (mentok), padahal semestinya dapat meraih prestasi yang lebih
tinggi.
Menurut Djoko P. Irianto (2002; 80) penguasaan teknik dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain;
a. Kualitas fisik yang relevan
b. Kualitas psikologis atau kematangan bertanding
c. Metode latihan yang tepat
d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi tertentu.
Menurut Josef Nossek (1982), terdapat tiga tahapan dalam proses belajar teknik:
a. Pengembangan koordinasi kasar. Bentuk-bentuk gerakan kasar dapat dikarakteristikkan sebagai
penguasaan teknik-teknik kasar dan terbatas yang berkenaan dengan kualitas gerakan-gerakan yang diperlukan, seperti:
1. Pengaruh kekuatan yang tidak memadai, pemborosan energi, kram otot
(koordinasi otot yang rendah) dengan konsekuensi kelelahan yang cepat.
2. Unsur-unsur gerakan tunggal yang tidak digabungkan dengan lancar, karena kurangnya koordinasi.
3. Gerakan-gerakan belum cukup tepat.
4. kekurangan keharmonisan dan ritme gerakan-gerakan yang diamati.
b. Pengembangan koordinasi halus. Bentuk gerakan-gerakan halus dicapai melalui pengulangn-
pengulangan lebih lanjut yang mengambangkan kualitas gerakan-gerakan.
Tempo tersebut meningkat sampai pada kecepatan yang kompetitif.
Bagian-bagian gerakan tungggal untuk teknik-teknik yang lebih kompleks
dikembangkan secara terpisah dan dikombinasikan bersama. Aspek-aspek
dalam
Tahap ini bercirikan:
1. Teknik-teknik dilakukan hampir tanpa kesalahan.
2. gerakan-gerakan distabilkan.
3. Gerakan-gerakan lebih berguna dan hemat, tidak ada pemborosan energi.
4. Beberapa gerakan-gerakan tidak benar yang terjadi dalam tahap pertama tidak tampak lagi.
5. Urutan gerakan-gerakan menjadi lancar dan harmonis.
6. Gerakan-gerakan tersebut tepat.
Namun demikian dalam tahap belajar ini, teknik-teknik tersebut tidak
dilakukan secara otomatis. Atlet tersebut masih harus mengkonsentrasikan
pada bagian-bagian yang berbeda dari gerakan-gerakan dan oleh karena
itu penerapan taktis hanya dimungkinkan sebagian.
c. Tahap stabilisasi dan otomatisasi.
Tahap stabilisasi; pertama-tama hendaknya membawa atlet kedalam posisi
dimana ia dapat menerapakan teknik-teknik dalam situasi kompetitif yang
sulit. Atlet tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi
yang sulit dan berubah-ubah dari suatu kompetisi. Penguasaan teknik yang
sempurna dalam kondisi ini hanya dicapai melalui praktek dalam banyak
kompetisi. Karena tingkat otomatisasi yang tinggi, para atlet dapat
memberikan perhatian pada tugas-tugas taktis dalam kompetisi. Pengaruh
dari kapasitas kondisioning adalah jelas tanpa rintangan dalam
penampilan.
Prestasi merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik,
taktik dan kematangan mental atau psikis, sehingga aspek tersebut perlu
dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu aspek dengan aspek lain akan
menentukan aspek lain. Fisik merupakan pondasi bagi olahragawan, sebab
teknik, taktik dan mental akan dapat dikembangkan dengan baik jika
olahragawan memiliki kualitas fisik yang baik. Jadi teknik dapat
dikembangkan dan dikuasai jika atlet memiliki kualitas fisik yang baik.